Zakat Memakmurkan Semua, “Strategic Giving” Mencari Model Tata kelola Filantropi Inklusif dan Berkemajuan (Bag - Terakhir)

Tema yang disuguhkan Lazismu memantik saya, dan saya suka sekali dengan istilah Zakat Memakmurkan Semua.
“Istilah yang hemat saya begitu inkulisif, dan senafas dengan buku kecil yang pernah saya tulis bersama dengan peniliti lain bahwa inklusif dalam konteks fundraising dan distribusi hemat saya, menjadi strategis karena salah satu problem bagi lembaga filantropi adalah eksklusifitasnya,” terangnya .
Pertanyaan pernah dilontarkan ke saya, “Ini kan kita filantropi berbasis agama, bagamana harus inklusif? Ternyata filantropi yang inklusif itu justeru kuat bahkan dilakukan oleh lembaga filantropi berbasis agama,” paparnya menceritakan atas pengalaman dari pertanyaan itu.
Dalam kondisi yang memungkinkan kita menghormati dan mengakui entitas lain. Lazismu saya pikir adalah contoh bagus dan berani untuk melakukan terobosan di mana donasi yang disalurkan tidak hanya di komunitas muslim tapi di komunitas non-muslim.
Konstruksi ijtihad dalam tarjihnya menurut saya luar biasa. Kalau kita mengikuti paradigma fikih yang lama, apakah kita melihat fikih yang lama ini dengan kasus mendistribusikan zakat fitrah menjelang idul fitri bisa saja dilakukan semua.
Pertanyaannya, dengan aksi itu apakah ada dampak yang kuat, effective giving atau tidak. Yang saya tahu bahwa zakat fitrah dalam kajian tarjih di Muhammadiyah bisa dilakukan sepanjang tahun sebelum idul fitri tahun selanjutnya. “ini luar biasa, mendorong ekosistem dan prakti filantropi kita semakin penuh impak,” imbuhnya.
Kemudian, dalam konteks berkelanjutan, jangan sampai kita lupa untuk masuk ke sektor itu, apalagi problem kita hanya dilakukan dengan cara yang lama. Upaya lembaga fialntropi termasuk Lazismu untuk masuk ke isu perubahan iklim saya pikir menjadi menarik dan luar biasa, karena Lazismu memberikan perhatian pada hal itu.
Sebagai penutup apa yang telah dijelaskan di awal, hemat saya dibutuhkan keberanian untuk mengkaji dan studi lebih dalam tentang persoalan-persoalan kontemporer. “Lazismu bagian dari muhammadiyah punya kekuatan dalam spirit pembaruan dalam melakukan ijtihad. Harapan saya upaya itu perlu dilakukan dengan penguatan zakat dan kelembagaannya,” tandasnya.
Karena itu langkah filantropi yang inklusif dalam konteks zakat memakmurkan semua yang saya pahami tidak sekadar dari sisi fisik, tapi juga inklusif masuk ke ruang-ruang yang lebih dalam, ruang untuk toleransi dan kebersaman. “Karena Indonesia dan dunia tidak bisa diselesaikan dengan satu kelompok dengan cara pandang ekslusif,” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Mujadid Rais merespons bahwa ketika mendedah kontestasi masyarakat sipil dan negara, beririsan dengan reformasi tata kelola lembaga amil zakat, jadi sangat relevan dan memungkinkan untuk eksplorasi lebih jauh di lingkungan lembaga amil zakat.
Masih kuat dalam ingatannya, bahwa ada satu rekomendasi muktamar muhamamdiyah di solo, secara khusus ada enam, salah satunya tentang tata kelola reformasi filantropi di Indonesia.
Mujadid Rais menilai, tidak hanya soal tata kelola, lebih jauh lagi persoalan, sharing data juga penting dilakukan. Sejauh ini, Lazismu ingin mendorong penguatan bagaimana dengan ekosistem filantropi itu terutama pada aspek profesionalitas, transparani, akuntabilitas dan dampak program yang dijalankan tidak dalam kebutuhan jangka pendek tapi berkelanjutan.
“Pada perjalanannya ini menjadi diskusi kritis di Lazismu, dengan hadirnya R & D, persoalan kajian peta kemiskinan di Indonesia merujuk dari data TNP2K dan Kemenko PMK. Melihat angka kemiskinan turun tapi masih banyak kemiskinan ekstrem di banyak tempat,” kata Mujadid Rais.
Melihat fakta itu, adalah penting melihat realitas kemiskinan di luar Jawa, sementara lanjutnya, di Jawa sendiri juga masih ada. “Pekerjaan rumah untuk kita semua. Dan kita melihat potensi zakat dan hari ini kita bicara zakat memakmurkan semua, padahal menurut riset Baznas potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 300 triliun lebih, dan yang terkumpul potensi diangka Rp 40 triliun,” paparnya.
Maka ini harus ditilik lagi, bahwa pogtensi yang besar itu dan baru dicapai Rp 40 triliun, sementara bantuan sosial yang digelontorkan negara sebesar Rp 500 triliun. “Bayangkan itu, memang ada satu tata leola dan kedua harus betul dikejar potensi penghimpunan tersebut,” ungkapnya.
Oleh karena itu, menurutnya, sinergi dan sharing data adalah penting. Karena ini terkait dengan program-program yang dilakukan lembaga amil zakat. Tantangan di masyarakat kita dan kita tidak menyalahkan masyarakat, berbanding lurus bagaimana upaya edukasi dan pemberdayaan di sisi ain.
Keduanya perlu saling belajar dan terkait tema kita ini kita perlu mengukur dan diskusi seberapa jauh peran kita menurunkan angka kemiskinan. Barangkali dalam ekonomi makro, hemat saya baru pada tahap mengurangi dan untuk menurunkannya saya pikir itu peran negara.
Sebagai contoh kebajikanya misalnya, Lazismu belajar dari pemberdayaan masyarakat di Banggai Sulawesi. Selama ini masyarakatnya masih tertinggal. Mereka mulai dari belajar tentang kebutuhan mereka bagaimana pola hidup yang sehat, bagaimana akses belajar anak-anak mereka dan lainnya.
Secara bertahap, proses pemberdayaan itu tidak sebentar. Perlahan – lahan mereka sadar betapa pentingnya akses untuk memperkuat hidup yang bermakna. Dibangunlah tempat belajar yang sederhana dan seterusnya. “Saya melihat dan menemukan di sana kampung kosong kemudian hidup, masyarakat bergerak mulai belajar bertani dan seterusnya. Ini perjalanan panjang selama lima tahun, itu baru satu di Banggai, bagaimana dengan daerah yang lain,” ungkapnya dengan tanya.
Sekali lagi, perlu kerja-kerja kolaboratif dan menjadi konsen bersama. Melihat kondisi yang ada apalagi perekonomian nasional, melihat data di akhir tahun kemarin, seiring adanya kenaikan pajak 12 persen yang secara ekonomi menurunkan angka kelas menengah.
Saya pikir ini jadi tantangan kita semua, saya setuju bagaimana peran zakat secara inklusif dan bisa menyentuh kalangan yang lebih luas, termasuk kelompok rentan difabel dan perempuan atau terbuka bagi kelompok lain yang rentan dalam situasi memperihatinkan.
[Kelembagaan dan Humas Lazismu PP Muhammadiyah]